Hari Pertama: Menjelajah Singapura

Dalam rangka mewujudkan mimpi saya jaman SMA, saya menjalani sebagian waktu luang saya menjadi pemandu wisata, tour guide bahasa kerennya. Bukan secara komersil, hanya sebagai bagian dari menyenangkan hati saja menjadi travel buddy. Uhm, Travel Buddy is not kinda the leader of the trip but me being a travel partner, a best friend, helper, photographer, porter, etc. Menjadi travel buddy itu memberikan kebahagiaan tersendiri bagi saya dengan berbagi pengalaman dan cerita disuatu lokasi tertentu. Tujuan yang paling sering dikunjungi tentu saja kampung halaman kedua saya: Singapura. Bukan karena saya lahir disana, tapi karena pada periode 2014-2016 kunjungan saya ke Singapura jauuuuh lebih banyak dibanding pulang kampung ke tanah kelahiran saya di Temanggung. Thank you Travel Photographer Asia for the great opportunity! Saking seringnya ke Singapura, saya sampai punya panduan lengkap Singapura dari Ujung ke Ujung yang saya tulis di blog utama saya. Klik disini untuk panduan selengkapnya!

Air Asia flight

Syahdan, pada medio 2017 saya berhasil meyakinkan tiga teman saya Pras, Ida dan Suci untuk jalan-jalan ke Singapura dan pulang lewat Malaysia. Mereka adalah salah satu dari sekian first timer dengan paspor baru yang sepenuhnya menyerahkan A-Z perjalanan kepada saya. Kayanya saya bikin kesasar pun mereka nggak bakal protes deh! Tapi saya memang tidak menjanjikan apa-apa kecuali mereka akan pulang dengan segudang pengalaman dan pemahaman bahwa Singapura tidak melulu hanya Merlion saja. Kami memulai perjalanan dari Yogyakarta. Sempat terjadi tragedi beberapa hari sebelum keberangkatan, kartu CIMB Niaga AirAsia Savers saya bermasalah dan tiket tidak bisa issued. Untung poin AirAsia saya cukup lumayan jadi saya bisa segera mendapatkan tiket pengganti untuk kami berempat dengan menukar poin AirAsia saya. Alhamdulillah!


Kami mendarat dengan selamat di Terminal 1 Changi. Kala itu AirAsia belum pindah ke Terminal 4. Sebelum ke imigrasi, saya meminta teman-teman saya untuk ngicipi toilet di Changi dan menerapkan apa yang selalu saya ingatkan tentang etika toilet "kering." Don't leave it wet, don’t spill water on the floor, wipe the wash basin after use and don’t leave your marks behind on the seat cover. Kemudian dikarena kami muslim maka untuk keperluan personal hygene maka always carry along your own wet wipes, soft tissues so that in case you need to use a public toilet and you find the tissues/ toilet roll missing, your personal supplies can come handy. Sebawel itu wanti-wanti saya soal etika toilet. "Harus jadi pelancong Indonesia yang bermartabat," kata saya. Perilaku kita di negara orang akan menjadi tolok ukur penilaian mereka atas negara kita lho! Daaan, saya juga mengingatkan mereka untuk tidak lupa memberikan apresiasi kepada para Uncle maupun Auntie melalui sign ini.


Nah, meskipun teman-teman saya ini sudah mengantongi sertifikasi kemampuan bahasa Inggris dasar, tetap saja wanti-wanti saya bahwa kadang ada petugas imigrasi yang jahil terhadap first timer membuat mereka sedikit gusar. Setidaknya sudah saya lengkapi dokumen mereka seperti surat pengantar RT/RW tiket pesawat PP, booking penginapan, dan itinerary harian selama di Singapura agar memudahkan prosesnya. Selesai dengan imigrasi, saya mengurus Singapore Tourist Pass, kemudian kami langsung menuju MRT yang tentu saja akan menjadi pengalaman pertama juga bagi teman-teman saya ini. Kan waktu itu MRT di Jakarta belum terealisasi. Hehehe.



Untuk menggunakan transportasi publik di Singapura, semua sistem pembayarannya menggunakan kartu elektronik, mirip penggunakan e-money di tanah air. Tap and go! Maka gunakan Singapore Tourist Pass (STP), EZ-Link atau beli tiket standar dengan cara ngecer alias tiap mau pergi kudu beli dulu. Ada beberapa keuntungan dan kelemahan dari kartu-kartu pembayaran ini. Untuk info lebih lengkap silakan baca panduan saya di Singapura dari Ujung ke Ujung.


Dari Changi kami langsung menuju ke Bugis. Lebih tepatnya menuju Albert Hawker Center untuk brunch dulu. Ada banyak opsi makanan halal di hawker ini. Untuk yang lidahnya kurang pendidikan agak susah menyesuaikan dengan menu selain masakan nusantara, ada stall Pondok Makan Indonesia yang rasanya masih cukup sangat Indonesia.



Dari Bugis kami naik bus 851 ke Chinatown, turun di depan penginapan. Kami menginap di Capsule Pod Boutique Hostel yang berada di 38 Upper Cross Street. Bisa dibilang ini adalah hostel langganan saya dan merupakan rekomendasi bagi kalian yang ingin menginap di area Chinatown. Oya, kenapa bagi saya Chinatown adalah center of the universe-nya Singapore, kalian bisa kunjungi panduan Singapura dari Ujung ke Ujung. *promo terus 😋

Bus 851

Our beloved Pod!

Umumnya, check-in time di sekitar Chinatown dimulai pukul 15:00 SGT (Singapore Time). Dan merupakan hal yang sangat sulit untuk melakukan early check-in. Tapi disini, kita boleh melakukan semacam check-in awal dan menitipkan tas/koper terlebih dahulu. Tentu saja kita belum boleh masuk ke kamar. Tapi setidaknya tas bisa dititipkan dan mengurangi beban jalan-jalan. Ketika nanti malam kita kembali ke penginapan dan mengkonfirmasi check-in secara proper, kita tinggal menuju ke pod kita dan voila! tas/koper kita sudah berada disana. Kami kemudian beringsut ke Masjid Jamae Chulia untuk beribadah. Jaraknya cuman sepelemparan batu dari penginapan. Usai menunaikan kewajiban, saatnya berkeliling Chinatown!



Perlu diketahui, Masjid Jamae Chulia merupakan salah satu Masjid tertua di Singapura. Didirikan pada tahun 1826 oleh warga muslim Tamil. Masjid ini juga sering disebut dengan Periya Palli yang berarti Masjid Besar dalam bahasa Tamil.

Buddha Tooth Relic Temple

Inside Buddha Tooth Relic Temple

Chinatown Market (Pagoda St)

Chinatown Market (Pagoda St)

Sri Mariamman Temple

Kemudian kami melanjutkan perjalanan dengan menyusuri Cross St menuju Raffles Place untuk mampir ke CIMB Bank karena memang saya hanya membawa selembar uang SGD10. Sudah saya gunakan SGD6 untuk membeli makan siang di Albert Hawker Centre. Ya, sejak mempunyai tabungan CIMB Niaga AirAsia Saver, saya terbiasa tarik tunai di cabang CIMB Bank yang tersebar di ASEAN. Nilai tukarnya juga cukup kompetitif daripada money changer di tanah air.


Dari CIMB Bank kami menyusuri Boat Quay dan menyeberang melalui Cavenagh Bridge untuk membeli Uncle Ice Cream alias $1 Ice Cream (yang sekarang sudah jadi $1.5). Dan Choco-Peppermint selalu jadi pilihan saya!

Choco-Peppermint Ice Cream!

Sembari menikmati Es Krim, saya mengajak teman-teman memutari Asian Civilization Museum menuju Raffles Landing Site dan berakhir di Victoria Theatre and Concert Hall sembari menceritakan sejarah kedatangan Raffles ke Tumasik (nama lama Singapura) bersama East Indian Company (EIC) pada 28 Januari 1819.





Dari Victoria Theatre and Concert Hall kami menyeberang menyusuri Queen Elizabeth Walk untuk menuju tujuan utama pelancong yang berkunjung ke Singapura. A mythical creature with a lion's head and the body of a fish, the national symbol of the city-state of Singapore: Merlion!


Tentu saja sore itu saya membiarkan teman-teman saya hilir mudik dan berlama-lama mengabadikan momen mereka bersama ikon Singapura itu. Sedangkan saya seperti biasanya selonjoran di dekat One Fullerton menikmati semilir angin sekaligus memantau kelakuan para pelancong yang mangap-mangap berpose dengan pancuran Merlion melalui kamera saya. Hillarious yet entertaining moment for me. See? Hahaha.






Usai puas mengabadikan momen, saya ajak teman-teman saya untuk ikut selonjoran dan memainkan permainan favorit saya, tebak-tebakan "Manakah pelancong asal Indonesia?" Dan dengan mudahnya mereka menemukan mana pelancong Indonesia diantara kerumunan pelancong dari berbagai negara itu. Hayo, bagaimanakah ciri-ciri pelancong Indonesia di luar negeri?

Marina Boulevard

Langit Singapura mulai menggelap kami beringsut menuju Garden by The Bay. Kami berjalan menyusuri Marina Blvd menyebrang ke Bayfront Ave dan masuk Garden by The Bay melalui stasiun MRT Bayfront. Alasannya, selain adem, lorongnya sangat instagram-esque.



Tujuan utama datang ke Garden by The Bay adalah menikmati Garden Rhapsody. Sebuah pertunjukan lampu spektakuler di Garden by The Bay dimana kita akan melihat pohon "avatar" berkelap kelip mengikuti irama lagu.


Begitu sampai di Garden by The Bay, usahakan untuk segera mencari spot untuk menonton pertunjukannya. Pilih saja, semua pengunjung juga akan melakukan hal yang sama, siapa cepat dia dapat. Paling menyenangkan apabila bisa mendapatkan spot di area berumput dimana kita bisa guling-guling rebahan. Garden Rhapsody yang berlokasi di Supertree Groove ini berdurasi 15 menit dan dimainkan pada pukul 19:45 dan 20:45 setiap malamnya. Malam jumat kliwon juga tetap tampil kok! Konon ada sekitar 50 speaker tersembunyi yang membuat musik dalam show ini semakin megah. Lagu yang diputar biasanya instrumental, terkadang mereka juga memutar lagu oldies, irama khas Tiongkok, Melayu, dan dangdut koplo pantura lain-lain.



Usai Garden Rhapsody, kami pulang menyusuri kembali Dragonfly Bridge menuju stasiun MRT Bayfront. Sebenarnya niat saya mengajak teman-teman saya berjalan berputar melalui Singapore Flyer dan Esplanade, tapi saya merasa capek dan ngantuk. Apa daya semalaman saya dan Pras hampir tidak tidur karena malah nonton semifinal Liga Champion antara Real Madrid vs Atletico Madrid. Kami baru sampai Yogyakarta lewat tengah malam setelah perjalanan ± 5 jam dari Purwokerto. Otomatis kami baru tidur satu/dua jam setelah merampungkan pertandingan yamg berakhir dengan kemenangan skor 1-2 untuk kemenangan Atletico Madrid. Kami kemudian bangun untuk ibadah sholat subuh dan sesegera mungkin berkemas ke Bandara untuk flight pagi tadi. Jadi ya kami hanya bisa memandang Singapore Flyer dari kejauhan. Maafkan saya teman-teman!

Singapore Flyer dari Dragonfly Bridge

Dragonfly Bridge dengan background Marina Bay Sands

Dari stasiun MRT Bayfront kami langsung masuk ke jalur biru menuju Chinatown. Niat hati makan di Maxwell Hawker Centre. Tapi entah kenapa, banyak stall makanan halal tutup pada malam itu. Yasudah, akhirnya kami beringsut ke opsi terakhir yang sudah pasti halal dan buka 24 Jam, apalagi kalau bukan makanan cepat saji. Ya, kebanyakan restoran cepat saji di Singapore sudah mengantongi sertifikasi halal dari MUIS (Majelis Ugama Islam Singapore). Sebutlah KFC, McDonald's, Pizza Hut, Burger King, Texas Chicken dan juga Nando's. Cuma Subway yang tidak mengantongi sertifikasi halal, di Malaysia pun. Pilihan kami jatuh ke McDonald's di Lucky Chinatown.



Setelah perut kenyang, saatnya kembali ke penginapan. Saya sengaja mengambil jalan memutar lagi-lagi melalui Pagoda St yang merupakan pusat kerumunan Chinatown Market. Tidak lain memberikan gambaran sekali lagi pada teman-teman saya dimana lokasi tempat beli oleh-oleh untuk handai taulan di tanah air. Wkwkwk. Engga ding, sengaja lewat sini karena mau memotret untuk kepentingan media sosial. Yaaah, salah satu pemenuhan kebutuhan di era digital ini, kalian pasti mengerti.


Oke, hari pertama dicukupkan dan petualangan akan dilanjutkan pada hari esok. Berlanjut ke postingan berikutnya ya, guys!


Comments

  1. Your friend who is also my friend, Pras.. was sending a message, he said I must comment in your story.. it's funny ㅋㅋ.. your story so awesome and I enjoy to this.. okay this is enough, Pras will seeing this.. bye bye😁

    ReplyDelete

Post a Comment